Kawasan Museum Bahari
Bab I Pendahuluan
Museum Bahari adalah museum yang
menyimpan koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa
Indonesia dari Sabang hingga Merauke yang berlokasi di seberang Pelabuhan Sunda
Kelapa. Museum adalah salah satu dari delapan museum yang berada di bawah
pengawasan dari Dinas Kebudayaan Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
Pada masa pendudukan Belanda
bangunan ini dulunya adalah gudang yang berfungsi untuk menyimpan, memilih dan
mengepak hasil bumi, seperti rempah-rempah yang merupakan komoditi utama VOC
yang sangat laris di pasaran Eropa. Bangunan yang berdiri persis di samping
muara Ci Liwung ini memiliki dua sisi, sisi barat dikenal dengan sebutan
Westzijdsche Pakhuizen atau Gudang Barat (dibangun secara bertahap mulai tahun
1652-1771) dan sisi timur, disebut Oostzijdsche Pakhuizen atau Gudang Timur.
Gudang barat terdiri dari empat unit bangunan, dan tiga unit di antaranya yang
sekarang digunakan sebagai Museum Bahari. Gedung ini awalnya digunakan untuk
menyimpan barang dagangan utama VOC di Nusantara, yaitu rempah, kopi, teh,
tembaga, timah, dan tekstil.
Pada masa pendudukan Jepang,
gedung-gedung ini dipakai sebagai tempat menyimpan barang logistik tentara
Jepang. Setelah Indonesia Merdeka, bangunan ini dipakai oleh PLN dan PTT untuk
gudang. Tahun 1976, bangunan cagar budaya ini dipugar kembali, dan kemudian
pada 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari.
Bangunan berlantai tiga itu
didirikan tahun 1652 oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda di Batavia.
Tepatnya di jalan Pasar Ikan Jakarta Utara, menghadap Teluk Jakarta. Disebelah
kanan tak jauh dari gudang induk dibangun menara. Sekarang dikenal dengan nama
Menara Syahbandar dibangun tahun 1839 untuk proses administrasi keluar masuknya
kapal sekaligus sebagai pusat pengawasan lautan dan daratan sekitar.
Secara signifikan gudang tersebut
mengalami perubahan. Tahun perubahan itu dapat dilihat pada pintu-pintu masuk.
Di antaranya tahun 1718, 1719 dan 1771. Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya
ketika perang dunia II meletus (1939-1945) gudang tersebut menjadi tempat
logistik peralatan militer tentara Dai Nippon. Setelah Indonesia Merdeka
difungsikan untuk gudang logistik PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan PTT (Post
Telepon dan Telegram).
Sejauh ini gudang bersejarah itu tampak lebih utuh setelah direnovasi
Pemda DKI Jakarta dan diresmikan menjadi Museum Bahari pada 7 Juli 1977 oleh
Ali Sadikin, yang pada waktu itu menjabat Gubernur DKI Jakarta. Di perut Museum
Bahari tersimpan benda-benda sejarah berupa kapal dan perahu-perahu asli maupun
miniatur. Mengingatkan kepada kita bahwa sejak jaman dahulu kala ‘nenek
moyangku orang pelaut’. Ada kebanggaan ‘kebaharian’ dari bangsa pemberani di
dalam mengarungi samudra luas dan ganas.
Museum ini memberikan informasi
mengenai kehidupan dan sejarah bahari Indonesia dan tentunya Anda bisa
mengagumi koleksi-koleksi bahari Indonesia sekaligus meniti sejarahnya. Museum
Bahari terbuka lebar untuk Anda. Di sini Anda dapat berimajinasi menjadi
seorang pengembara atau bajak laut yang mengarungi lautan luas dengan
kapal-kapal yang kokoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar